Tantangan Pimpinan Abad 21

Kemajuan Teknologi Informasi (TI) telah mendorong berbagai perubahan mendasar. Para pemimpin abad 21 ditantang untuk menghadapi era baru ini, yang disebut era informasi. Apa saja yang perlu diperhatikan?

Abad 21 dipandang sebagai abad informasi. Dikembangkannya teknologi informasi, komunikasi dan telekomunikasi, serta Internet pada abad 20 yang lalu, telah mendorong terjadinya berbagai perubahan mendasar. Tidak hanya dalam cara berkomunikasi, melainkan juga cara berbisnis. Hal itu sebagai akibat munculnya berbagai moda komunikasi dan informasi (komputer desktop, laptop, palmtop), termasuk berkembangnya perangkat komunikasi bergerak tanpa kabel (wireless mobile communications), seperti telepon seluler (ponsel), PDA (personal digital assistant) dan lain sebagainya. Bahkan, munculnya berbagai bidang bisnis yang sama sekali baru. Paradigma baru, akibat pesatnya penerapan TI di banyak sektor kehidupan manusia ini, sekaligus menjadi tantangan baru para pemimpin abad 21.

REVOLUSI TEKNOLOGI
Disadari atau tidak, kini hampir setiap perusahaan dan di hampir setiap meja para manajer, komputer dan berbagai perangkat komunikasi lainnya, sangat mudah dijumpai. Perangkat tersebut bagaikan sudah menjadi keharusan dalam menghadapi era informasi dan tantangan lingkungan bisnis yang sarat dengan informasi.

Dalam laporan penelitiannya “New Work Habits for a Radically Changing World” (Pritchett & Associates, 1998), mengungkapkan bahwa sejak 1983 tak kurang dari 25 juta komputer digunakan oleh pekerja Amerika. Selain itu, pelanggan ponsel meningkat dari nol pada 1983 menjadi 16 juta akhir 1993. Tahun 1993, lebih dari 19 juta orang telah menggunakan penyeranta (pagers) dan 12 juta pesan telah dikirim. Saat ini, tahun 2008, tak kurang dari 215 juta orang telah menggunakan Internet.

Di Indonesia, saat ini diperkirakan ada lebih dari 110 juta orang pelanggan telepon selular dan puluhan juta pesan SMS (short message service) per hari diterima atau dikirim oleh para pelanggan ponsel. Lebih dari 20 juta orang telah menggunakan Internet, baik di rumah maupun di kantor. Belum lagi, banyak komunikasi data dan informasi terjadi di lingkungan pekerjaan, baik di Indonesia maupun mancanegara.

IMPLIKASI INFORMASI
Pritchett (Pritchett & Associates) memperkirakan bahwa informasi yang dihasilkan dalam 30 tahun ini jauh lebih banyak dibandingkan kurun 5,000 tahun sebelumnya. Begitu juga, penyediaan informasi meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun. Karenanya, menurut Pritchett, keberhasilan seorang manajer dan pimpinan di masa datang tidak ditentukan oleh “apa yang mereka ketahui, melainkan seberapa cepat mereka dapat belajar”.

Karakteristik mereka ditandai tidak oleh bagaimana mereka bisa mengakses informasi, melainkan bagaimana mereka mengakses informasi yang paling sesuai dan memisahkannya dari segunung informasi lainnya yang tidak relevan. Keberhasilan mereka tidak dikarenakan memiliki ketrampilan dan perangkat tradisional, tetapi fleksibilitas dan adaptabilitas yang tinggi dalam berhubungan dengan teknologi dan manusia, serta kemampuan bertahan terhubung dengan lainnya dalam berbagai perubahan dunia.

Jika diperhatikan sungguh-sungguh, perbedaan yang kita rasakan antara 1990 dan 2000 mungkin tidak seekstrim perbedaan antara 2000 dan 2010, saat kita mengalami suatu dunia yang tidak hanya menginginkan pemikiran-ulang mengenai kompetensi manajemen, tetapi lebih dari itu, redefinisi secara mendasar kontrak sosial antara majikan dan pekerja, mitra dan mitra kerja, serta pekerja dengan pekerjaan itu sendiri.

TANTANGAN YANG DIHADAPI
Dalam menghadapi dunia yang berubah, juga paradigmanya, sebagaimana diungkapkan Mark David Nevins, Direktur pelatihan dan pengembangan Booz-Allen & Hamilton, tantangan para pemimpin masa depan akan tertuju pada tiga aspek: tekanan pasar, SDM dan kompetensi kepemimpinan.

Tekanan Pasar
Dunia bisnis dan organisasi yang mendukungnya, kini, berbeda. Banyak yang telah berubah dan meningkat (enhanced) akibat penerapan TI secara luas. Tak heran kalau pasar semakin memberi tekanan perubahan terhadap organisasi, bahkan hingga ke tingkat ekonomi makro. Akibatnya, tuntutan terhadap organisasi juga semakin besar. Tekanan pasar ini dapat dilihat sebagai akumulasi pengaruh perilaku dan keinginan dari mereka yang ada di pasar, dan tidak hanya sekadar membutuhkan penyediaan barang atau layanan. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai langkah merjer dan akuisisi, serta semakin meluasnya jejak perusahaan-perusahaan mancanegara di seluruh dunia.

Menjadi global, atau lebih tepatnya menawarkan produk dan jasa di sejumlah negara dengan aneka ragam budaya, akan semakin meningkatkan luasnya pasar yang harus dilayani. Sebaliknya, kemajuan teknologi telah memungkinkan dihasilkannya produk dan jasa yang semakin efisien, sehingga peningkatan kapasitas produk dan jasa tidak, pada saat yang sama, meningkatkan daya tahan organisasi. Dari sekitar 100 perusahaan terbesar Amerika di awal abad ke-20, hanya sekitar 16 saja yang kini bertahan.

Selain itu, perusahaan Fortune 500 tahun 1970, hanya sepertiganya yang masih bertahan di awal 1980-an. Pada tahun 1980-an itu, 230 perusahaan (46%) sama sekali hilang dari daftar Fortune 500. Jelas, bahwa besarnya organisasi dan reputasi tidak menjamin kelangsungan keberhasilan atau kemampuan bertahan.

Di sisi lain, bisnis-bisnis yang berhasil adalah yang tidak mengabaikan kekuatan sejarah dan kekhususannya, serta tidak mengabaikan pembelajaran masa lalu dan kemampuan berpikir metafor – yang “lama” secara cepat bisa menjadi “baru”, bahkan yang “baru” hari ini tidak sama dengan yang “baru” kemarin.

Masalah SDM
Dalam pandangan seorang manajer, masalah SDM hanya terkait dengan hubungan antara karyawan dengan perusahaan. Masalah ini biasanya berada di bawah departemen SDM, jauh dari inti bisnis. Namun, sekarang, masalah SDM telah menjadi sesuatu yang sangat penting.

Di awal abad 21 ini, kurang dari setengah tenaga kerja akan tetap mempertahankan bekerja penuh waktu. Tetapi, mereka yang bekerja sendiri, sementara dan paruh waktu terus meningkat. Di Amerika, 45 juta pekerja independen – bekerja sendiri, sementara, paruh waktu dan konsultan, tumbuh sebesar 57 persen dalam kurun 15 tahun. Yang tidak begitu jelas bagi para manajer masa depan adalah bahwa para pekerja masa depan memiliki harapan, kebutuhan dan organisasi yang berbeda. Begitu juga, pola hubungan antara majikan dan pekerjanya.

Dengan meningkatnya kompleksitas dan globalisasi, organisasi semakin membutuhkan ketrampilan dan kemampuan dari para pemimpin mereka, yang mulai difahami. Yang paling penting dari perkembangan ini adalah kemampuan menyeimbangkan kebutuhan pekerja (global) dan kebutuhan pelanggan (global dan lokal). Tantangan penyeimbangan ini yang dirasakan semakin berat, karena harus dilakukan secara efisien dan menguntungkan kedua belah pihak.

Dengan semakin bervariasinya pekerja yang dihadapi, para pemimpin masa depan tumbuh dalam suatu dunia dimana perbedaan merupakan suatu kenyataan yang produktif, menarik dan menyenangkan, sehingga taksonomi tradisional, struktur dan batasan-batasan (termasuk ras, etnik dan lainnya) semakin kurang diperhatikan. Karenanya, mereka yang bisa menerima perbedaan individual di tempat kerja dan melihatnya semakin sumber enerji kreativitas dan produktivitas akan memiliki akses mendapatkan pekerja yang terbaik dan berbakat.

Ke depan kita mungkin tak lagi bisa berharap pekerja, juga pimpinannya (manajer, CEO dan lainnya) yang memiliki loyalitas jangka panjang. Mereka akan cenderung memilih berbagai tawaran baru yang lebih sesuai dan berimbang dengan keinginan mereka. Karenanya, nilai kontrak sosial antara majikan dengan pekerja sama pentingnya dengan nilai pelayanan ke pasar dan pelanggan mereka.

Kompetensi Kepemimpinan
Dalam aspek kepemimpinan, strategi yang fokus dan visi yang jelas ditambah kemampuan praktis kapan bersikap fleksibel dan menerima (adaptable) menjadi sangat penting dalam bertahan. Kemampuan mengelola berbagai pandangan secara bersamaan akan menjadi pembeda para manajer terbaik: mempertahankan sasaran tingkat tinggi sambil mengelola dan menjejakkan keberhasilan harian; memahami secara seimbang antara titik pandangan dengan kebutuhan pelanggan dan organisasi; mampu berempati dengan semua yang berkepentingan (stakeholders) dalam upaya mengembangkan SDM, meningkatkan perubahan-perubahan produktif dan, pada saat yang sama, mempertahankan “nyawa perusahaan”.

Kareakteristik utama para pemimpin baru yang mampu bertahan dalam era ini adalah mereka yang fokus pada aspek-aspek tersembunyi (intangible) dalam suatu organisasi. Abad informasi membutuhkan pemimpin baru, yakni mereka yang mampu menunjukkan fleksibilitas dan empati sambil mempertahankan nilai-nilai utama organisasi dan mencari jalan menghindari rintangan yang tak dapat diprediksi sebelumnya. Mereka harus memiliki inspirasi, kemampuan teknologis, tetapi tidak kehilangan kemampuannya dalam hal-hal yang rinci, jiwa kewiraswastaan, benar-benar melayani dan inklusif. Bukan sebaliknya, ketergantungan atau sangat berkuasa (autocratic).

Kunci kompetensi kepemimpinan lainnya adalah kemampuan mengembangkan dan mengartikulasikan proposisi nilai – mempertahankannya dalam suatu pasar yang dinamis dan memberdayakan lainnya agar berkemampuan; investasi dalam suatu model bisnis yang mengarahkan “employee decision-making” di semua tingkatan; komit terhadap budaya yang menghargai pengajaran dan pembelajaran sambil menyelaraskan tujuan individu dengan tujuan perusahaan, dan memahami apa yang benar-benar membangun dan mengelola sistem transformasi pengetahuan. [insa]

0 comments: