Peran CEO Dalam Keberhasilan Penerapan TI (1)

Diperlukan pola kepemimpinan inovatif agar penerapan TI di perusahaan Anda sukses. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam kepemimpinan inovatif tersebut? Dalam lingkungan persaingan bisnis yang semakin ketat belakangan ini, penerapan TI tak serta merta mampu menjawab kebutuhan yang ada, melainkan bagaimana perusahaan mampu mengoptimalkan peran TI untuk meningkatkan daya saingnya. Dan, itu sangat membutuhkan strategi kepemimpinan yang tepat dari para eksekutif agar penerapan TI mampu mencapai sasaran yang diinginkan.

Beberapa pertanyaan berikut ini mungkin dapat membuka wawasan ke arah itu. Bagaimana Anda membangun suatu perusahaan yang mampu berubah secepat yang diinginkan pasar? Bagaimana Anda menambah kepuasan pelanggan tanpa membebani karyawan Anda? Meningkatkan produktivitas tanpa meningkatkan biaya? Artinya, akan selalu saja ada banyak perdebatan sehat yang muncul, namun tidak ada yang dapat membantah bahwa TI sekarang ini, memang, berperan sangat penting.

Karenanya, tak heran jika berbagai perusahaan, baik besar, menengah maupun kecil, berupaya mencari cara-cara baru untuk menerapkan inisiatif TI yang kompleks, kritikal, dan seringkali memakan biaya.

“Hal itu menjadi sangat jelas: TI akan menjadi pemimpin bisnis terbesar di abad 21 dan perusahaan-perusahaan akan semakin banyak mengandalkan TI untuk keuntungan kompetitif mereka,” ujar Kathy Harris, wakil presiden grup Gartner. “Perusahaan semakin tak mau menerapkan sesuatu yang lebih rendah dari komitmen terhadap TI yang mereka berikan pada bidang-bidang penting lainnya dalam perusahaan, termasuk menemukan dan menerapkan strategi sukses.”

Untuk keberhasilan penerapan TI, setidaknya ada tujuh strategi kepemimpinan yang membuka peluang keberhasilan setiap proyek TI, yakni:

Selaraskan TI dengan strategi bisnis

Gil Irwin, seorang praktisi TI dan managing partner Booz Allen Hamilton, menyoroti kegagalan sebelum sampai menyoroti faktor-faktor keberhasilan.

“Banyak perusahaan asuransi jiwa yang menghabiskan puluhan juta dolar untuk suatu proyek otomatisasi penjualan,” kata Irwin. “Secara teknologi hal itu memang sulit, namun perusahaan tersebut ternyata sukses.”

Hanya ada satu masalah. “Agen yang berada di garis depan, yang seharusnya menggunakan aplikasi tersebut, tak ingin menyerahkan nama-nama klien mereka dan lebih memilih risiko kehilangan kliennya daripada harus memberikan datanya ke perusahaan. Hal itu terjadi karena mereka tidak akan memperoleh apa-apa dari sistem otomatisasi itu,” jelas Irwin.

Hasilnya? Inisiatif TI itu masuk keranjang sampah, “semua dikarenakan ketidaksiapan mulai dari agen asuransi hingga manajer sejak awal proyek tersebut dimulai,” kata Irwin.

Karenanya, tidak ada yang lebih penting untuk kesuksesan TI daripada menyelaraskan inisiatif TI dengan kebutuhan operasional unit bisnis seperti penjualan, keuangan, dan sumber daya manusia. Dan, tak jarang, kita menyaksikan bahwa ketika unit-unit bisnis yang ada tidak dilibatkan, perusahaan terlihat tidak begitu antusias dengan investasi TI mereka. Itu akan berujung pada kegagalan.

Konsekuensinya, para eksekutif unit bisnis dan pengguna akhir harus memulai inisiatif TI dari awal lagi. “Unit bisnis harus menjadi penggerak, sponsor, pembuat prioritas, juara pada proyek yang mereka rancang dan diletakkan sejajar dengan personal TI, agar berhasil,” tambah Irwin.

Scott Griffin, CIO Boeing , bahkan mengambil pendekatan yang lebih radikal. Dia menyatakan bahwa TI harus digunakan untuk kebutuhan pelanggan. “Jika bisnis ini dikatakan customers-centric, maka perusahaan harus mengarahkan bisnis dan strategi TI-nya untuk menyelesaikan masalah pelanggan mereka dan bukan masalah-masalah internal perusahaan.”

Prioritaskan IT Governance

Model-model tata-pamong (governance models) membantu organisasi dalam mendesain, mengembangkan, menerapkan, dan mengontrol inisiatif teknologi dengan cara yang sama dalam memastikan suksesnya investasi, pemasaran, dan pembuatan program.

Tata-pamong memberi nilai TI pada perusahaan dan mengurangi risiko. Sering kali, hal itu menjadi garis pertahanan terbaik dalam mencegah unit-unit bisnis individu dari membuat proyek-proyek independen yang tidak terkait secara utuh dengan organisasi bisnis secara keseluruhan, terutama untuk menjaga keamanan dan dukungan kualitas.

Booz Allen Hamilton telah menangani perusahaan-perusahaan besar, yang unit-unit bisnisnya mungkin membangun proyek teknologinya sendiri. Untuk berjalan efektif, setiap proyek membutuhkan personal TI bayangan. Mereka berada dalam bisnis tersebut dan mengerjakan tugas-tugas yang berbeda dengan tugas inti departemen TI. Kenyataannya, jumlah personal bayarangan ini bisa mencapai tiga perempat dari total personal TI yang ada dan tak jarang menimbulkan berbagai macam konflik dan masalah anggaran.

“Perhatikan perusahaan dengan biaya-biaya TI yang tak teratur, dan seringkali mereka tak menerapkan IT governance,” ujar Brad Boston, senior vice president dan CIO Cisco Systems. “Akan lebih sulit lagi untuk memperoleh keuntungan dari suatu investasi jika Anda harus mendukung database , aplikasi, dan lingkungan yang terpisah-pisah.”

IT governance bisa membantu Anda mencari cara untuk meningkatkan komunikasi lintas fungsional, kontrol, dan efektivitas di perusahaan Anda. Hal itu, dimungkinkan jika perusahaan menerapkan kebijakan dimana unti-unit bisnis yang terpisah disatukan ke dalam suatu database .

“Dengan mengonsolidasi berbagai database yang terpisah ke dalam satu kesatuan, akan semakin memudahkan bagi dua fungsi untuk menemukan cara dalam menghemat uang perusahaan,” jelas Boston lebih lanjut.

Karenanya, ketika proyek-proyek TI semakin dikaitkan dengan integrasi, isu IT governance akan menjadi lebih utama. “Tidak ada seorang CIO pun yang kini cukup berbakat untuk mengatasi inisiatif perusahaan secara luas di luar dari framework suatu governance model,” tambah James Richardson, senior vice president and chief marketing officer Cisco. /aa

0 comments: