Kalau melihat perkembangan diri dan keluarga sebagai warga negara, saat ini kita sendiri mungkin berada dalam kebingungan. Mulai dari anak kita lahir, kemudian sekolah, lulus sekolah, dewasa, dan mulai mencari pekerjaan. Setelah bekerja, mendapat penghasilan dan mulai mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Setelah itu, mungkin dia ingin membeli mobil, menikah, dan mulai berpikir membeli rumah. Saat itu, dia juga mulai memikirkan masalah kesehatan dan asuransi diri dan keluarganya, serta kebutuhan lainnya. Karena dukungan keuangan yang meningkat, ia ingin memenuhi berbagai kesenangannya misalnya olah raga, traveling, fashion dan sebagainya. Semua ini sesungguhnya membutuhkan berbagai informasi yang akurat dan mudah diakses.
Di sisi lain, misalnya urusan kartu identitas. Sekarang ini kita memilikinya dalam jumlah banyak, yakni ada KTP, SIM, paspor dan lain sebagainya. Ada juga kartu asuransi dan dan berbagai kartu lainnya. Lihat saja dompet Anda, ada berapa banyak kartu yang Anda punyai? Belum lagi kartu kredit, ada yang dari bank A, B, C dan sebagainya. Dompet Anda penuh berisi kartu identitas, namun masing-masing kartu tidak nyambung.
Belum lagi berbagai masalah keseharian yang dihadapi masyarakat, seperti langganan listrik PLN, atau air PAM. Telat bayar sedikit saja diputus. Atau, kalau kelebihan mencatat meteran, pembayarannya meningkat. Padahal yang salah bukan si pengguna, tetapi si pencatat meteran. Problemnya, bukan masalahnya yang ditangani, tetapi Anda harus membayar terlebih dahulu, meski itu bukan kesalahan Anda sebagai pelanggan.
Selain itu, kalau Anda mau komplein ke mana? Siapa yang harus dihubungi? Berapa lama masalahnya akan tertangani dan selesai? Satu jam? Satu hari? Atau, satu minggu? Tak jarang, untuk masalah yang sebenarnya ringan, Anda harus berkali-kali melakukan kunjungan. Selain membutuhkan biaya dan waktu yang terkadang cukup banyak, terutama bagi kalangan menengah ke bawah.
Sebenarnya, kalau mau jujur, masalah seperti ini sangat banyak menimpa masyarakat kita dan biasanya, mereka selalu berada di posisi yang lemah. Nah, dalam kaitan itu mengapa kita tidak mencoba membangun solusi, terutama dengan menggunakan TI, sehingga secara bertahap mampu menjawab berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat.
Dalam proses dari lahir sampai meninggal itu, tidak hanya di negara kita, tetapi di semua negara, perlu satu kontak yang jelas. Artinya, kalau kita mau membuat akte kelahiran ke mana? Membuat SIM, ke mana? Banyak kebutuhan lain yang memerlukan kejelasan kontaknya. Hal inilah yang mendorong para penyedia Teknologi Informasi (TI) untuk menyediakan solusi, mulai dari database hingga ke aplikasi dan interoperability-nya, sehingga menjadi suatu kesatuan. Sebenarnya, ini normal saja dan terjadi di semua negara.
Untuk itulah diperlukan satu kesatuan single truth atau single source of information yang memuat berbagai macam informasi yang dapat diakses dengan mudah, misalnya berupa portal atau sumber informasi melalui, katakanlah, situs http://www.republikindonesia.com/ atau http://www.republikindonesia.co.id/.
Tujuannya adalah, pertama menyediakan informasi yang terpadu. Saat ini, yang terjadi adalah bahwa setiap departemen mempunyai sistemnya masing-masing. Ada yang setengah manual, ada yang cukup pakai spread sheet, dan ada yang punya website, tapi jarang diperbarui isinya. Hanya sekedar ada. Mungkin ada sistem yang canggih, sudah punya infrastruktur di dalamnya untuk e-mail, internet, intranet dan sebagainya.
Kedua, setiap departeman mempunyai data, yang kadang-kadang satu dengan lainnya terduplikasi. Bisa jadi berbeda sama sekali, karena yang satu terbarui, sedang yang lainnya tidak. Yang diharapkan adalah masyarakat tidak binggung mendapatkan informasi yang dibutuhkannya, mau bertatap-muka boleh, lewat telepon boleh, mau lewat fax juga boleh. Kalau punya ponsel, bisa juga melalui SMS atau akses Internet.
Dari sini, apa sih yang sangat diharapkan masyarakat? Sesungguhnya, yang diharapkan adalah bisa mendapat berbagai informasi dari suatu tempat tertentu dengan mudah. Tapi kenyataannya, kita belum punya. Nah, kalau kita punya impian ke arah itu, maka sebaiknya kita harus melakukannya langkah-demi-langkah (step-by-step), lakukan apa yang paling utama.
Jadi, dari siklus kelahiran sampai kematian itu, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana warga negara bisa mendapatkan berbagai layanan yang baik, cepat dan mudah dijangkau. Kalau sebelumnya tatap muka, mungkin sekarang ini bisa melalui telepon. Kalaupun masih tatap muka, bagaimana layanannya lebih memberikan kepastian penyelesaian yang cepat, transparan dan mudah. Kalau pun hal itu membutuhkan biaya, perlu ada kepastian berapa besar biayanya dan itu bisa diumumkan secara terbuka. Sehingga ketika masyarakat membutuhkan layanan itu, mereka bisa mendapatkannya secara cepat dan murah, tanpa tambahan biaya ini dan itu.
Namun, inisiatif ini tak hanya datang karena adanya kebutuhan masyarakat saja, melainkan pemerintah juga berpikir mengenai hal itu. Karena, dengan jumlah penduduk yang banyak seperti Indonesia ini, diperlukan upaya yang lebih baik dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Tentunya, hal ini tak bisa dilakukan dengan cara-cara tradisional. Di sisi lain, hal itu juga terkait dengan pihak lain, yang selama ini mungkin sudah memiliki standar pelayanan tertentu. Hanya saja, antara yang satu dengan yang lain berbeda-beda, sehingga boleh dikata membentuk silo-silo informasi yang tidak mudah disatukan.
WSIS (World Summit on the Information Society) sebenarnya sudah merekomendasikan bahwa pada 2015 sekitar 50 persen penduduk dunia, termasuk Indonesia, harus sudah tersambung dengan perangkat telekomunikasi, baik itu telepon, Internet dan lainnya. Nah, hal itu kita lihat dari dua sisi, baik masyarakat maupun pemerintah, dan harapannya semua itu dapat dirangkum sehingga mampu memberikan solusi bagi masyarakat.
Solusinya adalah pemerintah harus mulai memikirkan layanan informasi yang utuh dan terpadu, misalnya yang paling sederhana - call center. Untuk tahap awal cukup dengan call center, meski tak harus berbasis komputer. Tetapi, akan lebih baik lagi kalau dilengkapi sistem TI, sehingga bisa lebih baik. Misalnya, penyediaan call center dengan menggunakan nomor toll-free.
Dengan begitu, apa yang mesti dan bisa dilakukan? Take a baby step. Mengapa? Dulu orang selalu membuat planning yang besar, kapasitas mainframe yang besar dan mahal. Misalnya, kalau di perbankan atau operator Telekomunikasi, mereka merencanakan untuk lima tahun ke depan dengan kapasitas planning berdasarkan transaksi hari ini berapa? Jadi, lima tahun ke depan pertumbuhannya seperti apa? O, berarti saya butuh hardware dan storage yang besar.
Padahal, itu dibeli untuk lima tahun ke depan. Lima tahun yang akan datang, sudah muncul hardware baru dan teknologi baru, dan teknologi yang sekarang sudah ketinggalan. Selain itu, kalau dilihat dari load balance penggunaannya mungkin hanya antara 20%, 30%, 40%, 50%, atau 60% saja dan sisanya tidak tergunakan sama sekali.
Sementara, teknologi yang baru sekarang ini ada yang bisa start from small. Start from small, pay as you grow. Ada teknologi yang berplatform Linux, Open source, Windows dan sebagainya. Juga ada yang disebut blade server, yang bisa menambah kapasitas cukup dengan memasang tambahannya tanpa mematikan sistemnya. Ada juga server yang memiliki database sendiri, application cluster sendiri, mastery, punya mirroring dan macam-macam. Sekarang juga mungkin menggunakan apa yang disebut grid computing. Membayar sesuai apa yang digunakan, layaknya menggunakan telepon, berapa banyak pulsa yang di pakai.
Jadi layanan informasi terpadu itu ditujukan untuk memudahkan masyarakat untuk berhubungan dengan pemerintah, yang memberikan layanan. Itu bisa dilakukan secara lebih mudah dan bisa dimulai dari tingkat yang paling bawah, misalnya RT/RW, atau kelurahan. Bisa juga dimulai dari salah satu departemen sebagai inisiator. Tapi, hal itu sangat sulit terjadi di kita, karena masing-masing departemen nantinya akan menunjukkan bahwa merekalah yang paling layak menjadi inisiator. Karenanya, lebih baik dibentuk suatu badan atau kelembagaan langsung di bawah Presiden, sehingga lebih mudah dikontrol.
Sebenarnya, informasi yang dibutuhkan masyarakat itu sudah ada. Hanya saja masih terpisah-pisah, sehingga menyulitkan bagi masyarakat untuk memperolehnya. Karena tidak ada navigator yang mengarahkan ke sana. Dengan adanya suatu portal, maka semua informasi yang dibutuhkan dapat memiliki entry point yang jelas, dan selanjutnya bisa saja mengarah ke masing-masing, misalnya departemen atau lembaga.
Jika informasinya belum tersedia dalam bentuk digital, maka bisa disediakan di portal tersebut, sehingga portal tersebut juga berfungsi menjadi sumber informasi yang terpadu dan bersifat nasional. Kalaupun nantinya ada yang bersifat lokal, dia bisa tersambung dengan yang nasional. Intinya bagaimana memberikan entry point terhadap berbagai macam informasi yang dibutuhkan masyarakat tanpa perlu mengubah apa yang telah ada di masing-masing departemen atau lembaga.
Dengan begitu, langkah awal yang bisa dilakukan adalah membuat single source of information, dimana informasi itu tidak membuat overlapping dengan yang telah dimiliki, tetapi justru melengkapi berbagai informasi yang sudah ada dan memudahkan navigasinya menuju informasi yang diharapkan. [Goenawan Loekito, pemerhati teknologi informasi]
Read more...