Revolusi Layanan Publik ala Negeri Kanguru

Dari birokrasi yang berbelit-belit, dengan e-Business, pemerintah Australia berhasil membangun sistem layanan penyaluran dana sosial yang efisien dan berperformansi tinggi. Belakangan ini, kita sering mendengar berita di tanah air mengenai ribut-ribut soal penyaluran dana kompensasi BBM atau BLT (Bantuan Langsung Tunai)yang tak kunjung beres-beres, padahal kenaikan BBM itu sendiri sudah ditetapkan beberapa kali, termasuk yang terakhir kali di bulan Mei 2008 ini. Satu masalah belum selesai, pemerintah kabarnya tak dapat mengelak untuk tidak menaikkan harga jual BBM, mengingat harga jual minyak dunia melambung sangat tinggi dewasa ini.

Alasannya sudah tidak sanggup lagi menanggung beban subsidi yang begitu besar akibat kenaikan harga minyak mentah dunia yang gila-gilaan beberapa bulan belakangan ini. Tak kurang dari 4,65 triliun rupiah dana kompensasi akan digelontorkan ke sekitar 15,5 juta rumah tangga miskin (atau sekitar 60 juta jiwa) pada tahun 2005 ini.

Seperti biasa, masalah transparansi dan akuntabilitas penyaluran dana kompensasi pun kembali menjadi sorotan publik. Selain pemerintah terkesan tergesa-gesa, kebocoran dana kompensasi pun sangat rentan terjadi, karena penyaluran dana ini belum ditunjang sistem yang baik. Administrasi kependudukan yang masih amburadul boleh jadi membuat pemerintah agak kesulitan “menghitung” berapa jumlah penduduk miskin yang layak menerima dana itu.

Terkait dengan penyaluran atau distribusi dana semacam itu, sebenarnya pemerintah bisa belajar banyak pengalaman serupa dari negara lain, misalnya Australia. Meski termasuk negeri maju dan makmur, toh Australia sempat mengalami kesulitan dalam pengelolaan dan penyaluran tunjangan sosial ke warga yang membutuhkannya. Birokrasi yang gemuk, proses yang berbelit-belit dan rivalitas antar badan pemerintah ditengarai sebagai biang keladinya.

Pemerintah Australia pun tidak tinggal diam. Pembenahan dilakukan, layanan-layanan yang terkait dengan kesejahteraan sosial warganya diberikan melalui satu atap. Lembaga baru, Centrelink, pun dibentuk. Centrelink merupakan lembaga publik yang berperan sebagai one-stop shop untuk layanan-layanan social security , tunjangan sosial, fasilitas ketenagakerjaan, bantuan untuk wilayah pedesaan dan terpencil.

Centrelink, kini, menyalurkan pembayaran sebesar 55 miliar dolar Australia untuk 25 badan milik pemerintah dan memiliki lebih dari 1000 kantor perwakilan di seluruh Australia. Centrelink mempekerjakan sekitar 25.000 karyawan, yang melayani kurang lebih 6,5 juta customer , yang meliputi pensiunan, keluarga-keluarga, orang tua tunggal, pengangguran, orang-orang yang menderita cacat sementara atau cacat permanen, pelajar, anak-anak, penduduk asli Australia dan masyarakat dari berbagai latar belakang budaya dan bahasa.

Selain itu, Centrelink memiliki jaringan call-center terbesar kedua di Australia (melayani sekitar 19 juta panggilan per tahun), yang tidak saja melayani kepentingan Centrelink, tetapi juga badan lain yang membutuhkannya. cio-in/arief

0 comments: